Contents
- 1 Mitologi vs Sains: Dua Cara Membaca Dunia (Studi Kasus Gerhana, Petir, Banjir)
- 2 Apa Itu Mitologi & Apa Itu Sains?
- 3 Mengapa Keduanya Muncul?
- 4 Perbedaan Kunci Mitologi vs Sains — Tanpa Saling Meniadakan
- 5 Metodologi & Batasan
- 6 Studi Kasus Fenomena Alam: Mitologi vs Sains
- 7 Kesalahan Umum & Klarifikasi Cepat
- 8 Penutup: Dua Lensa, Satu Keingintahuan
Mitologi vs Sains: Dua Cara Membaca Dunia (Studi Kasus Gerhana, Petir, Banjir)
Jujur saja, mitologi dan sains bukan dua kubu yang harus bertarung. Keduanya lahir dari sumber yang sama—rasa ingin tahu manusia—namun menjawab jenis pertanyaan yang berbeda. Mitologi memberi kita makna: mengapa sebuah gejala alam terasa penting, bagaimana ia ditafsirkan dalam nilai, ritual, dan identitas komunitas. Sains memberi mekanisme dan prediksi: bagaimana sesuatu bekerja, kapan dan seberapa besar peristiwa itu akan terjadi lagi. Jadi, pertanyaan “mana yang lebih masuk akal” sebenarnya tergantung kacamata yang dipakai. Mitologi masuk akal dalam ranah makna, sains masuk akal dalam ranah mekanisme.
Sebagai ilustrasi, di bawah ini kita tempatkan mitologi dan sains secara berdampingan lewat beberapa studi kasus (gerhana, petir, banjir) dengan rujukan tepercaya dari lembaga ilmu pengetahuan dan catatan budaya. Tujuannya sederhana: agar kita bisa takjub secara emosional sekaligus tepat-guna secara teknis tanpa perlu mempertentangkan keduanya.
Apa Itu Mitologi & Apa Itu Sains?

Mitologi sering digambarkan melalui sosok dewa atau pahlawan (kiri), sementara sains diwakili oleh ilmuwan yang mengamati alam (kanan). Ilustrasi ini melambangkan dua pendekatan berbeda dalam memahami dunia: mitologi menyusun makna melalui cerita simbolik, sedangkan sains memberikan penjelasan mekanistik melalui observasi dan eksperimen.
Mitologi (definisi & fungsinya)
Mitologi adalah kumpulan kisah warisan lintas generasi—tentang asal-usul dunia, tatanan alam, para dewa/pahlawan, dan makna hidup. Kebenaran mitos dilegitimasi oleh otoritas tradisi dan nilai budaya, bukan melalui perhitungan angka atau percobaan laboratorium. Artinya, mitologi menjawab pertanyaan “mengapa ini penting bagi kita?” alih-alih “bagaimana persisnya ini terjadi?”. Definisi ini sejalan dengan deskripsi di ensiklopedia seperti Britannicabritannica.com.
Apa output dari mitologi? Berupa narasi kosmogoni, ritual, simbol kolektif, dan pedoman moral suatu komunitas.
Kekuatan: mitos mampu memadatkan nilai & identitas sosial dalam cerita yang mudah diingat dan diwariskan turun-temurun.
Batasan: mitologi tidak dirancang untuk prediksi kuantitatif atau uji empiris. Ia tidak memberikan rumus matematis atau hitungan presisi; tujuannya bukan itu.
Contoh: banyak tradisi memaknai gerhana sebagai peristiwa kosmis ketika matahari atau bulan “ditelan” makhluk langit, atau dianggap pertanda ilahi tertentu. Masyarakat lalu meresponsnya dengan ritual, misalnya membunyikan alat-alat untuk mengusir sang makhluk. Kerangka mitologis ini bukanlah penjelasan mekanisme astronomi, melainkan cara menjaga ketertiban makna dan merespons sosial sebuah komunitas. Kisah tentang monster yang memakan matahari atau hukuman dewa yang murka ditemukan di berbagai budaya duniafolklife.si.edu. Meskipun secara ilmiah tidak akurat, kerangka ini memenuhi fungsi psikologis dan kultural: meredakan kegelisahan kolektif saat fenomena langit yang langka terjadi, serta menguatkan ikatan sosial lewat pengalaman bersama.
Sains (definisi & metodenya)
Sains adalah cara sistematis untuk memahami alam melalui observasi, hipotesis, eksperimen, replikasi, dan telaah sejawat. Ciri utamanya, klaim ilmiah harus terbuka untuk diuji dan berpotensi dibantah jika bukti berlawanan ditemukan (prinsip falsifiabilitas). Tujuan sains adalah menjelaskan mekanisme suatu fenomena dan menghasilkan prediksi yang reliabel – pengetahuan yang dapat digunakan dalam teknologi atau keputusan praktis. Kerangka ini selaras dengan paparan filsafat ilmu di Stanford Encyclopedia of Philosophyplato.stanford.edu.
Contoh: gerhana dalam sains dijelaskan sebagai sejajarnya posisi Bumi–Bulan–Matahari. Karena posisi benda langit mengikuti hukum gerak yang terukur, waktu dan jalur gerhana dapat diprediksi jauh hari sebelumnya dengan presisi tinggiiqscience.com. Informasi ini punya nilai praktis, misalnya untuk edukasi astronomi dan persiapan observasi. Berbeda dengan mitos yang fokus pada makna, sains fokus pada mekanisme: mengukur durasi gerhana, menghitung orbit, dan seterusnya.
Ringkasnya
-
Mitologi merumuskan makna & identitas melalui kisah simbolik.
-
Sains merumuskan mekanisme & prediksi melalui pembuktian empiris.
Keduanya lahir dari rasa ingin tahu yang sama, bekerja di ranah berbeda, dan sebenarnya bisa saling melengkapi bila ditempatkan pada pertanyaan yang tepat.
Mengapa Keduanya Muncul?
Di tahap awal peradaban, mitologi dan cikal bakal sains muncul dari dorongan yang sama: naluri manusia untuk mengurangi ketidakpastian. Kita selalu berusaha mencari pola, membuat prediksi, dan memberi arah pada tindakan. Secara psikologis-sosial, ini membantu kita merasa bahwa dunia lebih terpahami dan terkendali. (Baca juga: pembahasan Britannica tentang curiosity atau rasa ingin tahu, dan pengantar metodologi ilmiah di SEP【28†】【33†】).
Sebelum ada teleskop, mikroskop, atau laboratorium modern, masyarakat menyandikan pengetahuan dan nilai ke dalam cerita simbolik yang mudah diingat dan diteruskan. Inilah fungsi awal mitologi: menata pengalaman bersama dalam bentuk narasi, ritual, dan larangan. Mitos memberikan makna sekaligus panduan perilaku kolektif. (Rujuk misalnya Britannica dan Oxford Reference tentang definisi mythbritannica.com.)
Seiring waktu, berkembanglah alat ukur dan metode observasi. Rasa ingin tahu yang sama kemudian diinstitusikan menjadi metode ilmiah: observasi sistematis, hipotesis, eksperimen terkontrol, replikasi hasil, dan falsifikasi. Lahirlah sains modern, yang tidak lagi hanya berbentuk cerita yang “cocok” di rasa, tapi model-model yang cocok data dan mampu menghasilkan prediksi. Komunitas ilmiah menetapkan pagu berupa uji objektif agar pengetahuan terus disempurnakan, tidak berhenti pada keyakinan semataplato.stanford.edu.
Contoh jembatan antara mitos dan sains bisa dilihat pada fenomena gerhana tadi. Di banyak tradisi, gerhana diberi bingkai makna kosmis – misalnya matahari/bulan dikisahkan “ditelan” naga atau raksasa langit – yang direspons dengan ritual kolektif. Sains, di sisi lain, menjelaskan mekanisme astronomi gerhana sebagai permainan bayangan Bumi dan Bulan, sehingga jalur & waktunya dapat dihitung dengan tepat jauh sebelumnya. Dua respons ini lahir dari keingintahuan yang sama, namun jawabannya berbeda tujuan: mitologi memberi makna, sains memberi kepastian mekanistikfolklife.si.eduiqscience.com.
Perbedaan Kunci Mitologi vs Sains — Tanpa Saling Meniadakan
Untuk menegaskan perbedaan fundamental antara mitologi dan sains, berikut beberapa poin kunci (perbedaannya jelas, namun keduanya tidak perlu dianggap saling menihilkan):
Sumber pengetahuan & cara uji kebenaran:
Mitologi berangkat dari otoritas tradisi, ritual, dan tafsir simbolik. Suatu kisah dianggap “benar” karena relevan dan sakral bagi komunitas yang menjaganya, bukan karena diuji secara lab. Sains bertumpu pada data empiris: observasi terukur, eksperimen terulang, dan telaah sejawat. Klaim ilmiah harus terbuka untuk diuji dan berpotensi dibantah (harus falsifiable) bila bukti baru muncul. Inilah “pengaman” agar pengetahuan ilmiah tidak hanya cocok di rasa, melainkan cocok dengan dataplato.stanford.edu.
Tujuan & keluaran:
Mitologi memadatkan makna, nilai, identitas, dan pedoman hidup dalam bentuk cerita dan ritual. Ia menjawab pertanyaan “mengapa hal ini penting bagi kita?”. Sains merumuskan mekanisme alam dan model prediksi. Ia menjawab “bagaimana ini terjadi? kapan dan seberapa besar akan terulang?”. Dari sains lahir teori, hukum alam, dan teknologi yang bisa dipakai untuk keputusan berbasis bukti. (Baca: Britannica tentang fungsi mythbritannica.com untuk makna kolektif, vs fokus sains pada prediksi akuratiqscience.com.)
Dinamika perubahan:
Mitologi relatif stabil; ia berubah perlahan melalui penafsiran ulang seiring konteks budaya yang bergeser. Inti cerita mitos bisa bertahan ribuan tahun, dengan adaptasi minor. Sains justru dinamis dan self-correcting (memperbaiki diri sendiri). Teori sains direvisi atau diganti ketika bukti baru yang lebih kuat ditemukan—dan ini dianggap fitur, bukan kelemahan, karena komitmen utamanya adalah pada data. Perubahan dalam sains menandakan ia terus menyaring kesalahan dan mendekati kebenaran dengan lebih tepat.
Contoh singkat lagi: gerhana. Dalam banyak tradisi mitologi, gerhana dimaknai sebagai peristiwa kosmis sakral (matahari/bulan “dimakan” makhluk langit) yang memanggil respons ritual bersama – fungsinya menjaga kohesi sosial dan memberi makna pada peristiwa langit. Sementara itu, sains menjelaskan gerhana sebagai sejajaran Bumi–Bulan–Matahari yang dapat dihitung orbitnya, sehingga waktu dan jalur gerhana dapat diprediksi hingga ke menit secara akurat – fungsinya memberi pengetahuan presisi untuk edukasi dan keselamataniqscience.com. Kedua pendekatan ini berbeda, namun kita bisa menghargai kedua-duanya sesuai konteksnya.
Metodologi & Batasan
Apa yang kami himpun:
Artikel ini merangkum penjelasan dari ensiklopedia akademik (untuk definisi dan konteks teori), sumber ilmiah institusional (untuk data mekanisme/angka), serta koleksi museum domain-publik (untuk visual/ilustrasi yang aman digunakan). Prioritas rujukan adalah penerbit bereputasi tinggi dengan kurasi editorial jelas. Contoh sumber utama: Britannica & Oxford Reference untuk definisi mitos, Stanford Encyclopedia of Philosophy (SEP) untuk metodologi sains, NASA untuk mekanisme gerhana, NOAA/NWS untuk sains petir, USGS untuk hidrologi banjir, dan Smithsonian Folklife untuk konteks budaya gerhana. Semuanya merupakan sumber yang dapat diakses publik dan tepercaya.
Apa yang tidak kami lakukan:
Kami tidak menyimpulkan bahwa “mitos = bukti literal peristiwa X” tanpa jejak data ilmiah yang memadai. Kami juga tidak memakai sumber spekulatif atau pseudosains; tidak mengandalkan opini forum tidak terkurasi sebagai referensi utama; dan tidak mengekstrapolasi satu contoh lokal menjadi klaim global. Prinsipnya: klaim luar biasa menuntut bukti luar biasa. Jika bukti tersebut tidak tersedia, kami menyajikan narasinya sebagai mitos atau interpretasi budaya, bukan sebagai fakta ilmiah.
Bagaimana kami menilai klaim:
Dalam setiap pembahasan, kami membedakan dua jalur penilaian:
-
Makna simbolik (jalur humaniora): menilai relevansi budaya, fungsi ritual, dan pola naratif dalam mitos. Pembacaan ini didukung oleh ensiklopedia, etnografi, atau arsip museum.
-
Mekanisme empiris (jalur sains): menilai keterukuran, replikasi, dan kemungkinan falsifikasi suatu penjelasan. Pembacaan ini didukung oleh lembaga ilmiah dan literatur metodologi.
Sebagai contoh: pada gerhana, mitologi memberi bingkai makna (cerita makhluk langit dan ritualnya), sedangkan sains menjelaskan mekanisme sejajarnya benda langit hingga waktu & lokasinya dapat dihitungiqscience.com. Kedua jalur ini sama-sama sah dalam domainnya masing-masing.
Studi Kasus Fenomena Alam: Mitologi vs Sains
Untuk lebih memahami perbedaan pendekatan mitos dan sains, berikut tiga studi kasus fenomena alam. Setiap subbagian berisi ringkasan mitos yang pernah ada di berbagai budaya dan penjelasan ilmiah modern mengenai fenomena tersebut, dilengkapi visual ilustratif.
A. Gerhana — Mitologi vs Sains

Ringkasan Mitos:
Di banyak budaya, gerhana (matahari atau bulan) dipahami sebagai momen kosmis ketika sang cahaya langit “ditelan” oleh makhluk supranatural – misalnya naga, raksasa, atau monster langit. Contohnya dalam mitologi Tiongkok dan Jawa, gerhana Matahari terjadi karena naga atau raksasa mencoba memakan Matahari, sehingga masyarakat membunyikan bebunyian (drum, kentongan) untuk menakuti dan mengusir makhluk tersebut. Ada pula mitos yang menafsirkannya sebagai pertanda ilahi atau hukuman dewa atas kesalahan manusia, bahkan ada yang mengaitkannya dengan ramalan kiamat. Intinya, mitos gerhana berfungsi menjaga ketertiban batin: memberikan penjelasan mengapa hal menakutkan itu terjadi (misalnya dewa marah atau monster datang) dan apa yang harus kita lakukan (menggelar ritual bersama) untuk mengatasinyafolklife.si.edu.
Penjelasan Ilmiah:
Gerhana terjadi ketika tiga benda langit (Matahari, Bumi, Bulan) berada pada satu garis lurus. Pada gerhana Matahari, Bulan melintas di antara Matahari dan Bumi, sehingga bayangan Bulan menutup sebagian/seluruh cahaya Matahari. Sedangkan pada gerhana Bulan, Bumi berada di antara Matahari dan Bulan, sehingga Bulan memasuki bayangan Bumi dan tampak gelap kemerahan. Secara mekanistik, gerhana dapat dijelaskan dengan konsep umbra dan penumbra (bayangan inti dan samar) yang terbentuk oleh benda langit. Karena gerakan orbit Bulan dan Bumi dapat diukur dengan presisi, para astronom mampu memprediksi waktu dan lokasi gerhana jauh di masa depan. Misalnya, NASA telah menghitung jadwal gerhana hingga dekade-dekade mendatang, lengkap dengan peta jalur totalitasnyaiqscience.com. Prediktabilitas ini dimungkinkan karena hukum gravitasi dan gerak planet yang konsisten. Jadi, yang bagi nenek moyang kita tampak misterius dan menakutkan, bagi sains modern adalah peristiwa alami yang teratur dan dapat dijelaskan serta diprediksi secara kuantitatif.
B. Petir — Mitologi vs Sains

Ringkasan Mitos:
Dalam banyak mitologi, petir dan guntur dipersonifikasikan sebagai senjata atau simbol kekuasaan dewa. Contohnya di Yunani kuno, dewa Zeus digambarkan memegang petir sebagai lambang kedaulatan langit dan penguasa cuacabritannica.com. Demikian pula dalam mitologi Hindu, dewa Indra memegang vajra (petir) sebagai senjata utamanya – ia dikenal sebagai dewa hujan dan gunturbritannica.com. Cerita-cerita semacam ini memosisikan gejala alam (petir) sebagai sesuatu yang dikendalikan makhluk adikodrati, sehingga petir bisa dimaknai sebagai pertanda moral (misalnya hukuman ilahi atau perlindungan dari dewa). Dengan mempersonifikasikan petir, masyarakat kuno memberikan wajah dan niat pada kilatan di langit yang mengejutkan, sehingga lebih mudah dipahami dalam kerangka cerita dan nilai-nilai (siapa yang murka? apa sebabnya?).
Penjelasan Ilmiah:
Petir adalah fenomena listrik atmosfer. Secara ilmiah, petir muncul akibat perbedaan muatan listrik antara awan dan tanah (atau antar-awan). Ketika awan badai berkembang, partikel-partikel es dan air di dalamnya mengalami gesekan dan pemisahan muatan: bagian atas awan cenderung bermuatan positif dan bagian bawah bermuatan negatif. Selama udara masih mampu menjadi isolator, muatan terpisah ini tertahan. Namun, ketika perbedaan muatan sudah sangat besar, isolasi udara runtuh dan terjadilah pelepasan muatan listrik secara tiba-tiba – inilah kilatan petirweather.gov. Jalur udara yang dilalui listrik memuai seketika karena panas, menciptakan gelombang tekanan yang terdengar sebagai guntur. Ilmuwan telah mempelajari proses ini dan bahkan mampu membuat model matematisnya. Dengan pemahaman sains, manusia dapat mengambil langkah keselamatan (misal: memasang penangkal petir, membuat sistem peringatan badai). Jadi, petir bukan lagi panah dewa yang tak terduga, melainkan gejala alam terukur yang mekanismenya diketahui: spark listrik raksasa yang terjadi saat muatan statis di atmosfer terdistribusi tidak seimbang.
C. “Banjir Besar” — Mitologi vs Sains

Ringkasan Mitos:
Kisah tentang banjir besar yang mendatangi dunia muncul di banyak tradisi. Contoh terkenal ada dalam legenda Mesopotamia (kisah Utnapishtim dalam Epos Gilgamesh) maupun dalam tradisi Abrahamik (Nuh dalam kitab suci). Versi serupa juga ditemukan di berbagai budaya regional lainnya. Fungsi mitos banjir ini antara lain untuk menata ingatan kolektif tentang kehancuran besar sekaligus pembaruan kehidupan. Biasanya narasi banjir menyiratkan pesan moral: banjir dahsyat diutus oleh dewa sebagai hukuman atas kejahatan manusia yang meluas, namun segelintir orang benar diselamatkan dalam bahtera untuk memulai peradaban baru. Setelah air surut, dunia diperbarui dengan tatanan moral yang baru. Cerita Utnapishtim di Epos Gilgamesh, misalnya, mengisahkan bagaimana ia dan istrinya selamat dari banjir yang menenggelamkan dunia, berkat membangun kapal atas perintah dewa – setelah selamat, mereka diberi keabadian oleh dewabritannica.com. Inti dari berbagai flood myth ini adalah simbol penyucian (expiation) dan awal yang baru bagi umat manusiabritannica.com.
Penjelasan Ilmiah:
Sains mempelajari banjir lewat hidrologi dan geologi. Banjir besar bisa terjadi karena berbagai penyebab: hujan ekstrem, badai tropis, pencairan es, jebolnya bendungan, tsunami, atau bentuk sungai yang mempercepat luapan air.
Tidak ada bukti geologis bahwa pernah terjadi banjir global tunggal yang menutupi seluruh Bumi. Yang ditemukan adalah jejak banjir besar lokal di berbagai wilayah, tercatat dalam lapisan sedimen. Ilmu paleohidrologi meneliti endapan lumpur purba untuk memperkirakan debit dan waktu banjir masa lalu (misalnya akhir zaman es).
Setiap banjir punya penyebab dan waktu berbeda, bukan kejadian serempak. Ilmuwan juga menghitung recurrence interval (contoh: banjir 50 tahunan) dari data historis.
Faktor-faktor seperti hujan intens, longsor, dan buruknya tata guna lahan ikut memperparah banjir. Dengan pemahaman ini, kita bisa mengelola risiko melalui tanggul, daerah resapan, dan sistem peringatan dini.
Singkatnya, banjir adalah fenomena alam yang dapat dijelaskan dan diprediksi, bukan peristiwa global serentak seperti dalam banyak mitos.
Kesalahan Umum & Klarifikasi Cepat
-
“Kalau mitos itu tidak akurat secara faktual, berarti tidak ada gunanya.” – Salah. Mitos tidak dimaksudkan untuk mengukur atau memprediksi peristiwa secara teknis. Perannya adalah memetakan makna, nilai, dan tatanan sosial dalam sebuah komunitas – melalui simbol, ritual, dan narasi yang mudah diwariskan. Mitos menjawab “mengapa ini penting bagi kita”, bukan “bagaimana mekanisme kerjanya”. Oleh karena itu, meski sebuah mitos tidak akurat secara ilmiah, ia tetap berguna sebagai bahasa budaya dan sarana pendidikan moral/nilai. Misalnya, mitos banjir mengajarkan tentang moral dan harapan pembaruan, terlepas dari fakta geologisnya. Nilai dan pelajaran yang terkandung di dalam mitos dapat memperkuat kohesi sosial dan identitas bersama.
-
“Sains sering berubah, jadi tidak bisa dipercaya?” – Salah.
Justru perubahan adalah kekuatan sains. Saat ada data baru yang lebih kuat, sains bersedia mengoreksi diri. Ini bukan kelemahan, tapi cara agar pengetahuan makin akurat.Contohnya: model tata surya dulu menganggap Bumi pusat alam semesta (model Ptolemaic). Setelah bukti baru muncul, digantikan oleh model Copernican (Matahari di tengah). Kini, model itu makin disempurnakan.
Contoh lain, prediksi gerhana matahari yang dulu bisa meleset beberapa menit, sekarang bisa dihitung hingga detik. Itu karena data dan rumus astronominya terus diperbarui.
Sains memang tidak menawarkan kebenaran mutlak sekali jadi. Tapi ia memberi pendekatan yang makin mendekati kebenaran seiring pengujian terus-menerus. Kita bisa percaya pada sains bukan karena ia sempurna, tapi karena ia punya sistem untuk mendeteksi dan memperbaiki kesalahan.
Penutup: Dua Lensa, Satu Keingintahuan
Pada akhirnya, pertanyaan “mana yang lebih masuk akal – mitologi atau sains?” tidak perlu membuat kita terjebak pada kubu-kubuan yang kaku. Mitologi dan sains lahir dari sumber yang sama, yaitu rasa ingin tahu manusia terhadap alam, namun keduanya bekerja di ranah pertanyaan yang berbeda. Kita bisa menghargai keduanya secara proporsional:
-
Gunakan mitologi ketika kita memerlukan bahasa makna, identitas, dan kebersamaan untuk merespons peristiwa alam atau pengalaman hidup. Mitos, legenda, dan ritual memberi kerangka emosional dan moral yang memperkaya kemanusiaan kita.
-
Gunakan sains ketika kita memerlukan penjelasan mekanistik, data kuantitatif, dan prediksi teruji demi keperluan praktis: edukasi, keselamatan, teknologi, dan pengambilan keputusan di dunia fisik.
Dipadukan secara tepat, kedua lensa ini membuat kita tidak hanya takjub terhadap alam, tetapi juga tepat-guna dalam menyikapinya. Cerita mitologis, ritual, dan simbol memperkuat kohesi sosial serta menjawab kebutuhan manusia akan makna. Sementara itu, data dan model ilmiah meningkatkan keselamatan kita dan memperdalam literasi kita tentang cara kerja alam semesta. Alih-alih saling meniadakan, mitologi dan sains dapat dilihat sebagai dua sisi dari upaya manusia memahami dunia: satu sisi memberi makna, sisi lain memberi pemahaman teknis. Keduanya berperan penting dalam perjalanan panjang kita mengeja misteri alam dan eksistensi.
Sumber Referensi:
-
Britannica, Myth (definisi mitologi)britannica.com
-
Smithsonian Folklife, Swallowing the Sun (mitos gerhana di berbagai budaya)folklife.si.edu
-
Stanford Encyclopedia of Philosophy, Scientific Method (falsifiabilitas dalam sains)plato.stanford.eduplato.stanford.edu
-
Britannica, Zeus (dewa langit Yunani, pengendali petir)britannica.com
-
Britannica, Indra (dewa Hindu, penguasa hujan dan petir)britannica.com
-
NOAA/NWS, Lightning Science (mekanisme terbentuknya petir dan guntur)weather.gov
-
Britannica, Flood myth (mitos banjir besar di berbagai budaya)britannica.com
-
Britannica, Epic of Gilgamesh (Utnapishtim sebagai penyintas banjir dalam mitos Mesopotamia)britannica.com
-
USGS, Floods: Things to Know (penyebab banjir secara hidrologis)usgs.govusgs.gov
-
USGS, Quantitative Paleoflood Hydrology (perekaman banjir purba via lapisan sedimen)usgs.gov
-
NASA Space Place, Eclipses (prediksi gerhana oleh astronomi modern)iqscience.com




